Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2018

MEMBACA NALAR STUDI AGAMA SAKRAL DAN PROFAN KARYA MERCIA ELIADE

oleh : Wisnu Wirandi Buku “ Sakral Dan Profan ” adalah sebuah dokumen yang sangat mendasar tentang pemahaman manusia tentang agama dan bagaimana ia menguji kualitas hidupnya. Mircea Eliade (1907-1986) tidak membuang-buang waktu dengan berupaya menjelaskan atau mendefinisikan pengalaman yang sakral dalam kerangka disiplin-disiplin yang lain. Misalnya, yang sakral sebagai sebuah pengalaman psikologis (Campbell) atau yang sakral sebagai sebuah fenomena sosiologis (Burkert). Sebaliknya, ia menganalisa yang sakral sebagai yang sakral. Eliade menunjukkan bagaimana ruang dan waktu yang sakral adalah sungguh-sungguh ruang dan waktu yang riil, nyata, permanen dan abadi; kebalikan dengan ruang dan waktu yang labil, selalu berubah-ubah dari dunia profan. Kalangan  homo religiusus  (orang-orang tradisional) menghidupkan kembali kebaikan-kebaikkan primordial dari dewa-dewa dan ritus-ritusnya, tentu saja tidak seperti manusia modern, dalam semua tingkah lakunya, karena tindakan-tindakan

ARTIKEL SENI ANGKLUNG BUHUN PADA MASYARAKAT DESA CISUNGSANG “Perubahan dan Perkembangannya”

ARTIKEL SENI ANGKLUNG BUHUN PADA MASYARAKAT DESA CISUNGSANG “Perubahan dan Perkembangannya” PENDAHULUAN Pandangan seni di masyarakat sangat beragam, karena masyarakat terdiri dari berbagai disiplin ilmu, budaya, dan   strata social. Dari berbagai keberagaman yang ada di masyarakat tersebut terkandung suatu system nilai yang mana mendominasi nilai-nilai lain didalamnya, seperti nilai spiritual dan nilai social yang sangat terlihat dalam praktiknya. Paradigma seni yang ada di masyarakat, segala sesuatu di nilai tinggi berdasarkan materinya. Misalnya seperti paradigma yang ada di masyarakat kalangan menengah ke bawah. Seni hanya untuk seni dalam konteks hiburan ( profane ), mereka tidak ingin tahu sejauh mana nilai yang terkandung dalam seni tersebut mereka hanya mengandalkan kesenangan belaka ketika melihat objek seni yang mereka anggap menarik. Mereka hanya mengandalkan nilai dasar, yakni karya seni yang mampu memberi kenikmatan yang bersifat materi, meskipun seni tersebu